Jalan Panjang Menuju Baitullah

Sebuah Tulisan di Kategori Fun pada tanggal 9 Juli 2011

Labbaikallahumma labbaik labbaika laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika laka…Kalimat talbihlah yang pertama kali kami ucapkan ketika Baitullah terlihat jelas di depan mata, setelah berhari-hari berkutat melalui beberapa kota-kota cantik di Eropa dan Turki, sebuah perjalanan umrah yang paling mengesankan bagiku dan semua teman-teman di komunitas muslim traveler kala itu, meski hanya berlima  dan satu diantaranya perempuan kami berani berpetualang ala backpacker, meskipun tak sedikit air mata yang yang menjadi saksi dalam perjalanan ini, begitu banyak hal unik yang kami alami, penuh suka dan duka namun di balik semua itu banyak hikmah yang bisa diambil. Di mulai dari Jakarta kami terbang menuju Singapura, terbang lagi menuju Berlin, kemudian naik kereta menuju Munich, Budapest, Bucharest dan Istambul, dari Istambul ke Jeddah kemudian Madinah serta Mekkah dan kembali lagi ke Jeddah menggunakan Bus, dari Jeddah kami terbang menuju tanah air tercinta.

Perjalanan panjang yang kami lakukan kala itu terbilang ajaib, berawal dari tiket murah seharga 100 ribu kala itu, kami sudah bisa terbang ke Singapura, uniknya lagi ketika di Changi Airportkami berkenalan dengan seorang pengusaha berkebangsaan Malaysia, yang kala itu akan membuka bisnis barunya di Berlin, entah karena melihat tingkah kami yang serba kampungan diapun memberikan kami beberapa lembar uang Euro, setelah mengetahui bahwa perjalanan yang akan kami lakukan ini akan berakhir di Baitullah, dia berharap melalui sedekah, bisnis barunya di Berlin membuahkan hasil yang berlipat, amien…

Sesampainya di negeri Hitler, kami tak langsung berangkat menuju Munich melainkan bermukim dulu satu hari di sebuah keluarga muslim asal Spanyol, aku juga tak tahu dari mana sahabatku Laila bisa mengenal mereka, entah melalui jejaringan social atau blog walking. Namun aku bahagia bisa bertemu keluarga ini, karena di keluarga ini aku serasa mendapat ruh baru tentang Islam, baik itu indahnya Islam di Andalusia, cantiknya permata eropa yang sering kita kenal dengan sebutan Alhambra kemudian sedekah seorang pemain sepak bola untuk sebuah masjid di Sevilla serta sepak terjak seorang Thariq Bin Ziyad.

Perjalananpun kami lanjutkan menuju Munich, dengan menaiki kereta api dari Berlin. Di kereta ini kami bercengkerama dengan seorang Nonik asal Rusia, wajahnya yang cantik membuatku iri dengan ciptaan Allah yang satu ini, sampai-sampai sahabatku Fikri tak berkedip melihat kecantikannya, sungguh…kecantikannya merupakan karya surgawi yang teramat sempurna. Hebatnya lagi Nonik Rusia ini begitu bangga memiliki seorang kekasih seorang muslim, karena selama 4 tahun memadu kasih, tak sekalipun kekasihnya berani menyentuh tangannya apalagi tubuhnya, hal inilah yang membuat dia terkesima dan menyegerakan diri untuk memeluk ajaran Islam.

Berpindah kereta dari Munich menuju Budapest merupakan kenangan yang tak pernah bisa untuk kami lupakan, karena di kereta ini ada seorang warga Jepang yang sudah 3 tahun menggunakan kaki palsu namun satu hal yang membuat kami semua kagum, karena Orang ini kuliah di RWTH Aachen, tempat kuliahnya Presiden B.J Habibie untuk belajar teknik Pesawat Terbang. Darinya kami belajar bahwa Hidup masih koma, belum titik….

Begitulah perjalanan umrah terunik yang pernah kami alami, namun ketika menaiki kereta Bucharest menuju Istambul emosi kami serasa turun naik hanya kerena satu gerbong dengan seorang warga Perancis yang beragama Yahudi, betapa Islam ia lecehkan karena banyaknya umat muslim di muka bumi ini namun persatuan dan kesatuan tiada terlihat di negara-negara Islam khususnya, kemudian banyaknya pria muslim yang masih pulas di pembaringan ketika azan subuh berkumandang, padahal disinilah kejayaan Islam sesungguhnya, begitulah celotehnya kepada kami semua. Meski di lecehkan dengan beraneka ragam argumen, namun ketika sampai di Istambul ia memberikan sebuah Yarmulke kepada sahabatku Ogie sebagai salam perkenalan sekaligus perpisahan kepada kami semua. Yarmulke  adalah sebuah peci kecil yang biasa di pakai orang2 Yahudi, hampir mirip dengan pecinya Paus Paulus.

Di kereta ini juga kamera Nikon yang biasa kubawa selama menjadi backpacker di hancur oleh seorang warga asal Denmark karena tanpa sengaja aku mengganggu aktivitas cintanya di dalam toilet kereta, padahal kala itu aku benar-benar kebelet pipis sehingga apa yang kulihat hanyalah kebetulan, bukan maksud mengganggu mereka. Namun sangat kusayangkan emosinya yang meledak-ledak membuat kamera yang kutenteng direbutnya kemudian di hempaskan dilantai kereta. Padahal di dalam kamera itulah semua memori perjalanan umrah ini menjadi nyata, dari foto bareng dengan pengusaha asal Malaysia, keluarga muslim asal Spanyol, kecantikan Nonik Rusia dan terakhir ilmuwan asal Jepang. Saat itu tak satupun kata yang bisa ku keluarkan untuk melawan kebrutalannya, cuma air mata yang menjadi benteng pertahananku kala itu.

Dari Istanbul menuju Jeddah kemudian Madinah lalu Mekkah tak ada cerita menarik yang kami alami, karena sejak dihancurkannya kameraku, suasana terasa suram, atas inisiatip sahabatku Sual kamera yang di bawa oleh teman-teman tak lagi di tenteng melainkan disimpan, karena di khawatirkan para askar juga akan bertindak yang sama. Namun Mekkah memang kotanya umat muslim, sehingga perasaan sedih berubah menjadi bahagia apalagi ketika kita benar-benar sujud di depan Baitullah, lain lagi dengan aku yang kala itu terpaksa kembali menyulam memori bahari karena bertemu dengan pujaan hati waktu SMP dulu, uniknya bait-bait puisi cintanku pun keluar, padahal kala itu perut kami semua lagi bernyanyi, bait-bait puisi cinta itu seperti ini :

jika engkau mencintaiku karena harta yang kumiliki
maka ambillah seberapa yang kau mau,
tapi jika engkau mencintaiku karena Allah TuhanMu
maka aku siap mendampingimu dunia dan akhirat.

Petualangan kami berakhir, beginilah rasanya melakukan umrah ala backpacker, semoga kisah perjalanan ini bisa diambil hikmahnya oleh teman-teman semua, dari Jeddah menuju Jakarta kami berharap umrah yang kami lakukan ini diterima disisi Nya, kami juga berharap satu saat nanti kami bisa kembali bersujud didepan Baitullah. Amien…

 

Note :

Tulisan ini dipublikasikan bukanlah sebuah bentuk kesombongan karena kami pernah umrah ala backpacker melainkan sebagai khazanah ilmu, bahwa dalam setiap perjalanan ada cerita yang bisa di bagi untuk semua…

Share :